Sumber Kesaksian: Yunita Damayanti |
Yunita tidak pernah menyangka bahwa dia harus menghabiskan waktunya selama satu bulan di rumah sakit jiwa. Hal itu terjadi akibat dari apa yang diperbuat di masa lalunya.
Saya tuh orangnya punya rasa ingin tahu yang besar. Saya suka mencoba-coba, pertama mulainya dari rokok. Setelah rokok saya mulai mencoba cimeng atau ganja. Terus saya juga mencoba putaw.
Sejak saat itu Yunita mulai mengalami kecanduan pada putaw, sampai suatu hari mamanya, Tani Keliat mengetahui kebiasannya.
Saya telah menegornya berkali-kali, tapi ia selalu tidak mempunyai pengakuan. Terus kalau dia tidak punya pengakuan maka dia tidak akan bisa dibawa untuk berobat.
Kecanduan Yunita pada narkoba mulai mempengaruhi perilakunya. Berbagai usaha dilakukan oleh Yunita untuk memperoleh uang.
Setiap kali saya mau minta uang pada mama, ia pasti bilang tidak ada uang. Tapi saya selalu ngotot. Saya nggak tau kenapa saya tidak pernah punya rasa terharu pada mama saya. Saya tetap pegang pendirian saya, saya harus mendapatkan uang.
Tani Keliat, ibu Yunita harus merasakan perlakuan kasar putrinya. Saya pernah dilempar karena saya tidak kasih uang Rp. 20.000 untuk dia. Dia bahkan pernah mengancam saya, dia akan membunuh saya.
Akhirnya Yunita dimasukkan dalam panti rehabilitasi. Namun tidak ada perubahan positif yang dialami Yunita. Malahan perlakuan yang keras di panti rehab membuat Yunita trauma.
Saya mau lepas dari narkoba, saya ingin banget. Tapi saya takut untuk melalui itu semua. Lima bulan saya di rehab saya menghadapi hal-hal yang seperti itu. Keras sekali. Pembinaannya terlalu keras buat saya dan itu membuat saya takut untuk masuk rehabilitasi.
Sebagai ibu Tani Keliat seperti kehabisan daya, kecuali doa. Bagi seorang ibu saya hanya bisa berdoa saja dan berusaha membawa dia untuk berobat. Saya bilang pada Tuhan saya tidak tahu apa yang musti saya lakukan, tapi saya percaya Tuhan mengasihi anak saya ini melebihi dari kasih saya padanya.
Yunita kini tertegun dengan perjuangan ibunya bagi dia. Walaupun saya sering mengancam dia, sering mengancam ingin bunuh dia. Berapa sering saya sering ancam bunuh dia. Berapa kali saya menyakiti hati dia, bahkan saya seringkali lempar dia. Tapi mama tidak pernah tolak saya. Dia banyak berdoa buat saya, dia berdoa dan berpuasa buat saya, walaupun setiap kali saya mendengar doa mama, saya seringkali berpikir dengan pikiran saya : "Alah ma, sudahlah.. nggak usah berdoa buat saya, saya nggak bakalan bisa sembuh!."
Usaha diri Yunita untuk lepas dari obat selalu gagal. Sampai akhirnya saya tiba pada keadaan sakaw. Tinggal hanya ada abangku. Saya tidak bisa ngapa-ngapain. Saya sudah tidak bisa menahan badanku sendiri dan tidan bisa apa-apa. Setiap sendi-sendiku sakit sekali. Saya sakit sekali... saya pakai obat lagi.
Tubuh dan mental Yunita rusak. Yunita segera dibawa ke rumah sakit jiwa di Bogor. Setelah satu bulan, kecanduan Yunita berkurang namun kemampuan bicara dan daya ingatnya menurun. Sampai suatu ia dibawa ke rumah seorang hamba Tuhan. Disana ia merasakan sesuatu yang berbeda dalam hidupnya.
Tidak tahu kenapa, saya sejak dari gerbang rumahnya itu sudah merasa tenang. Waktu masuk dan dipapah ke dalam saya juga tenang, nggak berontak atau melawan. Waktu ditidurkan di tempat tidur juga saya merasa tenang.
Selama satu bulan Yunita dibimbing dan dibina. Disana ia diajarkan mengenai Firman Tuhan. Kerinduan Yunita untuk mengenal Tuhan menjadi semakin besar.
Slamet, pembimbing di tempat ini berkisah. Tuhan mengasihi Yunita Saragi. Dengan kasihNya itu Tuhan menyembuhkan dia dan mengubahkan dia menjadi seperti sekarang ini, walaupun kehidupannya yang lama orang bisa mengatakan dia telah rusak, namun Tuhan mampu mengubahkan semua itu.
Komitmen Yunita untuk memulai hidup yang baru bersama Tuhan membuahkan hasil. Tahun 2003 Yunita berhasil menyelesaikan studi S1-nya di Sekolah Tinggi Teologia Satiabhakti dan pada tahun 2004 ia menikah.
Kalau Tuhan tidak jamah saya saat itu, kalau Tuhan tidak menyatakan kuasaNya pada saya saat itu, saya mungkin sudah gila seperti orang-orang gila yang lain atau saya mungkin sudah meninggal seperti teman-teman saya yang lain. Tuhan yang membuat saya seperti ini. Tuhan yang memampukan saya menjalani hidup saya sampai saat ini. |